Sabtu, 25 Juli 2009


ARJUNA adalah putra Prabu Pandudewanata, raja negara Astinapura dengan Dewi Kunti/Dewi Prita putri Prabu Basukunti, raja negara Mandura.
Arjuna merupakan anak ke-tiga dari lima bersaudara satu ayah, yang dikenal dengan nama Pandawa.
Dua saudara satu ibu adalah Puntadewa dan Bima/Werkudara.
Sedangkan dua saudara lain ibu, putra Pandu dengan Dewi Madrim adalah Nakula dan Sadewa.
Arjuna seorang satria yang gemar berkelana, bertapa dan berguru menuntut ilmu.
Selain menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sukalima, ia juga menjadi murid Resi Padmanaba dari Pertapaan Untarayana.
Arjuna pernah menjadi Pandita di Goa Mintaraga, bergelar Bagawan Ciptaning.
Arjuna dijadikan jago kadewatan membinasakan Prabu Niwatakawaca, raja raksasa dari negara Manimantaka.
Atas jasanya itu, Arjuna dinobatkan sebagai raja di Kahyangan Kaindran bergelar Prabu Karitin dan mendapat anugrah pusaka-pusaka sakti dari para dewa, antara lain ; Gendewa ( dari Bathara Indra ), Panah Ardadadali ( dari Bathara Kuwera ), Panah Cundamanik ( dari Bathara Narada ).
Arjuna juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya, atara lain ; Keris Kiai Kalanadah, Panah Sangkali ( dari Resi Durna ), Panah Candranila, Panah Sirsha, Keris Kiai Sarotama, Keris Kiai Baruna, Keris Pulanggeni ( diberikan pada Abimanyu ), Terompet Dewanata, Cupu berisi minyak Jayengkaton ( pemberian Bagawan Wilawuk dari pertapaan Pringcendani ) dan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kiai Pamuk. Sedangkan ajian yang dimiliki Arjuna antara lain: Panglimunan, Tunggengmaya, Sepiangin, Mayabumi, Pengasih dan Asmaragama.
Arjuna mempunyai 15 orang istri dan 14 orang anak.
Adapun istri dan anak-anaknya adalah :

1. Dewi Sumbadra , berputra Raden Abimanyu.

2. Dewi Larasati , berputra Raden Sumitra dan Bratalaras.

3. Dewi Srikandi

4. Dewi Ulupi/Palupi , berputra Bambang Irawan

5. Dewi Jimambang , berputra Kumaladewa dan Kumalasakti

6. Dewi Ratri , berputra Bambang Wijanarka

7. Dewi Dresanala , berputra Raden Wisanggeni

8. Dewi Wilutama , berputra Bambang Wilugangga

9. Dewi Manuhara , berputra Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati

10. Dewi Supraba , berputra Raden Prabakusuma

11. Dewi Antakawulan , berputra Bambang Antakadewa

12. Dewi Maeswara

13. Dewi Retno Kasimpar

14. Dewi Juwitaningrat , berputra Bambang Sumbada

15. Dewi Dyah Sarimaya.
Arjuna juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu ; Kampuh/Kain Limarsawo, Ikat Pinggang Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta dan Cincin Mustika Ampal (dahulunya milik Prabu Ekalaya, raja negara Paranggelung).
Arjuna juga banyak memiliki nama dan nama julukan, antara lain ; Parta (pahlawan perang), Janaka (memiliki banyak istri), Pemadi (tampan), Dananjaya, Kumbaljali, Ciptaning Mintaraga (pendeta suci), Pandusiwi, Indratanaya (putra Bathara Indra), Jahnawi (gesit trengginas), Palguna, Danasmara ( perayu ulung ) dan Margana ( suka menolong ).
Arjuna memiliki sifat perwatakan ; Cerdik pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan suka melindungi yang lemah.
Arjunaa memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah negara Amarta. Setelah perang Bhatarayuda, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata.
Akhir riwayat Arjuna diceritakan, ia muksa ( mati sempurna ) bersama ke-empat saudaranya yang lain.

ANTASENA adalah Putra Bima/Werkundara, salah satu dari lima satria Pandawa, dengan Dewi Urangayu, putri Hyang Mintuna (Dewa ikan air tawar) di Kisiknarmada.
Antasena mempunyai 2 (dua) orang saudara seayah lain ibu, yaitu : Antareja, putra Dewi Nagagini, dan Gatotkaca, putra Dewi Arimbi.
Sejak kecil Anantasena tinggal bersama ibu dan kakeknya di Kisiknarmada.
Seluruh badannya berkulit sisik ikan/udang hingga kebal terhadap senjata. Antasena dapat hidup di darat dan di dalam air.
Antasena mempunyai kesaktian berupa sungut sakti, mahluk apapun yang tersentuh dan terkena bisa-nya akan menemui kematian.
Antasena juga memiliki pusaka Cupu Madusena, yang dapat mengembalikan kematian di luar takdir.
Antasena juga tidak dapat mati selama masih bersinggungan dengan air atau uap air.
Antasena berwatak jujur, terus terang, bersahaja, berani kerena membela kebenaran, tidak pernah berdusta.
Setelah dewasa, Antasena menjadi raja di negara Dasarsamodra, bekas negaranya Prabu Ganggatrimuka yang mati terbunuh dalam peperangan. Antasena meninggal sebelum perang Bharatayuda.
Antasena mati moksa (lenyap dengan seluruh raganya) atas kehendak/kekuasaan Sang Hyang Wenang.

Antareja adalah putera Bima/Werkundara, salah satu dari lima satria Pandawa, dengan Dewi Nagagini, putri Hyang Anantaboga dengan Dewi Supreti dari Kahyangan Saptapratala.
Antareja mempunyai 2 (dua) orang saudara lelaki lain ibu, bernama: Raden Gatotkaca, putra Bima dengan Dewi Arimbi, dan Arya Anantasena, putra Bima dengan Dewi Urangayu.
Sejak kecil Antareja tinggal bersama ibu dan kakeknya di Saptapratala (dasar bumi).
Antareja memiliki ajian Upasanta pemberian Hyang Anantaboga.
Lidahnya sangat sakti, mahluk apapun yang dijilat telapak kakinya akan menemui kematian.
Antareja berkulit napakawaca, sehingga kebal terhadap senjata.
Antareja juga memiliki cincin mustikabumi, pemberian ibunya, yang mempunyai kesaktian, menjauhkan dari kematian selama masih menyentuh bumi/tanah, dan dapat digunakan untuk menghidupkan kembali kematian di luar takdir.
Kesaktian lain Antareja dapat hidup dan berjalan didalam bumi.
Antareja memiliki sifat dan perwatakan : jujur, pendiam, sangat berbakti pada yang lebih tua dan sayang kepada yang muda, rela berkorban dan besar kepercayaanya kepada Sang Maha Pencipta.
Antareja menikah dengan Dewi Ganggi, putri Prabu Ganggapranawa, raja ular/taksaka di Tawingnarmada, dan berputra Arya Danurwenda.
Setelah dewasa Antareja menjadi raja di negara Jangkarbumi bergelar Prabu Nagabaginda.
Antareja meninggal menjelang perang Bharatayuda atas kemauannya sendiri dengan cara menjilat telapak kakinya sebagai tawur (korban untuk kemenangan) keluarga Pandawa dalam perang Bharatayuda.

Anoman, adalah salah satu dewa dalam kepercayaan agama Hindu, sekaligus tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana yang paling terkenal. Ia adalah seekor kera putih dan merupakan putera Batara Bayu dan Anjani, saudara dari Subali dan Sugriwa. Menurut kitab Serat Pedhalangan, tokoh Hanoman sebenarnya memang asli dari wiracarita Ramayana, namun dalam pengembangannya tokoh ini juga kadangkala muncul dalam serial Mahabharata, sehingga menjadi tokoh antar zaman. Di India, hanoman dipuja sebagai dewa pelindung dan beberapa kuil didedikasikan untuk memuja dirinya.

ABIMANYU dikenal pula dengan nama :
Angkawijaya,
Jaya Murcita,
Jaka Pangalasan,
Partasuta,
Kirityatmaja,
Sumbadraatmaja,
Wanudara dan
Wirabatana.
Abimanyu adalah putra Arjuna, salah satu dari lima satria Pandawa dengan Dewi Sumbadra, putri Prabu Basudewa, raja Negara Mandura dengan Dewi Badrahini.
Abimanyu mempunyaai 13 orang saudara lain ibu, yaitu : Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada.
Abimanyu merupakan makhluk kekasih Dewata.
Sejak dalam kandungan Abimanyu telah mendapat “Wahyu Hidayat”, yang mempunyai daya : mengerti dalam segala hal.
Setelah dewasa Abimanyu mendapat “Wahyu Cakraningrat”, suatu wahyu yang dapat menurunkan raja-raja besar.
Abimanyu mempunyai sifat dan perwatakan; halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapat ajaran dari ayahnya, Arjuna.
Sedang dalam olah ilmu kebathinan mendapat ajaran dari kakeknya, Bagawan Abiyasa.
Abimanyu tinggal di kesatrian Plangkawati, setelah dapat mengalahkan Prabu Jayamurcita.
Abimanyu mempunyai dua orang isteri, yaitu :
1. Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna , Raja Negara Dwarawati
dengan Dewi Pratiwi, dan
2. Dewi Utari, putri Prabu Matswapati
dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata, dan berputra
Parikesit.
Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuda oleh gada Kyai Glinggang milik Jayadrata, satria Banakeling.

MENGENAL TOKOH PEWAYANGAN

Marilah sejenak kita mengenal seluk beluk dan karakteristik pelakon dalam pewayangan,biar kesenian ini tidak lekang oleh jaman.
sebelumnya saya akan memberikan dulu istilah istilah yang dipergunakan dalam pewayangan

Berikut ini adalah sebutan yang digunakan dalam dunia pewayangan:

1. Begawan adalah sebutan untuk seorang pendeta yang berasal dari raja yang
meninggalkan kerajaan
2. Batara atau Betara adalah sebutan untuk tokoh wayang yang berjiwa Ketuhanan,
dan merupakan titisan dewa
3. Dahyang: sama dengan sebutan Pendeta.
4. Dewa: sebutan untuk tokoh wayang yang berjiwa Ketuhanan.
5. Dewi: sebutan untuk seorang puteri kerajaan atau sebutan untuk dewa perempuan
6. Yanggan : sebutan rendahan dari tokoh Wasi.
7. Resi : sebutan untuk seorang yang suci.
8. Sang: awalan sebutan yang luhur.
9. Pandita : sebutan seorang yang luhur jiwanya.
10. Wara : sebutan seorang yang tersohor, baik laki-laki atau perempuan.
11. Wasi sebutan seorang pendeta yang agak rendahan.
12. Putut : sebutan seorang murid atau pelayan pendeta.
13. Cekel: hamba seorang pendeta yang dianggap keluarga.
14. Cantrik : hamba atau anak murid pendeta.
15. Prabu : sebutan seorang raja.

Rabu, 22 Juli 2009

Asal - Usul nama Jasinga

* sejarah

Beberapa cerita rakyat tentang lahirnya beberapa nama-nama desa atau daerah Bogor memang ada, seperti Rancamaya, Bantarjati, Ciaruteun, Cikeas, Kedunghalang, dan sebagainya. Untuk wilayah Bogor bagian barat terdapat nama-nama daerah yang cukup tua seperti Ciaruteun, Argapura (Rengganis) dan Jasinga.

Pada masa lalu, Jasinga meliputi batas-batas Sajira di sebelah Barat, Tangerang di sebelah Utara, Bayah di sebelah Selatan dan Cikaniki di sebelah Timur. Berlalunya waktu, Jasinga kini meliputi daerah Cigudeg, Tenjo, Nanggung, Parungpanjang dan Jasinga sebagai titik pusatnya.

Oleh orang-orang tua dulu Jasinga disebut juga Bogor-Banten, bahkan juru pantun terkenal Sunda yaitu Aki Buyut Baju Rambeng berasal dari daerah Bogor-Banten atau yang tinggal di daerah Pegunungan Tonggoheun Jasinga. Disebut Bogor-Banten karena posisiya berbatasan langsung dengan wilayah Banten. Tidak hanya batas wilayah tetapi ditinjau dari budaya, perilaku serta dialek bahasa mirip sekali dengan masyarakat Banten yang sebagian tidak terpengaruh dengan budaya Priangan. Kini Jasinga termasuk wilayah administrasi Kabupaten Bogor.

Mengenai asal usul nama Jasinga sendiri hingga kini masih terdapat berbagai versi. Kebanyakan versi yang melekat dan diyakini masyarakat yaitu cerita yang didapat dari penuturan turun temurun dari mulut ke mulut para sesepuh setempat. Hanya orang-orang tertentu saja yang merujuk kepada sumber autentik dan masih dijadikan bahan kajian bagi masyarakat Jasinga untuk menambah versi.

Ada beberapa versi mengenai asal usul nama Jasinga antara lain :
1. Mitos seekor Singa yang melegenda, jelmaan dari tokoh-tokoh Jasinga.
2. Pembukaan lahan yang dilakukan oleh Wirasinga, hingga nama lahan tersebut dijadikan nama Jasinga atas jasa Wirasinga.
3. Jayasingharwarman (358-382 M) Raja Tarumanagara I yang mendirikan Ibukota dengan nama Jayasinghapura.
4. Dua dari tujuh ajaran Sanghyang Sunda yaitu Gajah lumejang dan Singa bapang yang digabungkan menjadi Jasinga.

Pendapat pertama, bahwa nama Jasinga dikaitkan dengan riwayat atau cerita yang dituturkan oleh para sesepuh Jasinga seperti Wirasinga, Sanghyang Mandiri dan Pangeran Arya Purbaya dari Banten. Dalam setiap hidupnya serta perjuangannya mempunyai wibawa seperti seekor singa. Bahkan sempat berwujud menjadi seekor Singa. Perwujudan Singa tersebut membuat orang disekitar yang melihatnya menjadi terkejut dan kagum, dan setiap orang yang melihat akan mengucapkan : “Eeh.. Ja.. Singa eta mah”. Kata “Ja” menjadi kata identitas tersendiri di Jasinga yang berguna untuk memperjelas kalimat berikutnya, seperti ”Da” di daerah Priangan.

Pendapat kedua meyakini bahwa Wirasinga keturunan Sanghyang Mandiri (Sunan Kanduruan Luwih) membuka lahan di Pakuan bagian barat (Ngababakan lembur anyar). Nama daerah tersebut dinamakan Jasinga oleh Sanghyang Mandiri serta menobatkan Wirasinga sebagai penguasa baru Jasinga atau sebagai Jaya Singa sebuah daerah yang makmur yang dipimpin oleh Wirasinga, seperti Jakarta yang berasal dari daerah yang bernama Jaya Karta dengan salah satu pemimpinnya yaitu Pangeran Jaya Wikarta.

Pendapat ketiga cukup menarik karena mengacu pada sejarah autentik bahwa Jasinga berasal dari kata Jayasingha. Diceritakan bahwa seorang Reshi Salakayana dari Samudragupta (India) dikejar-kejar oleh Candragupta dari Kerajaan Magada (India), hingga akhirnya mengungsi ke Jawa bagian barat. Ketika itu, Jawa bagian barat masih dalam kekuasaan Dewawarman VIII (340-362 M) sebagai raja dari kerajaan Salakanagara. Jayasingharwarman menikah dengan Putri Dewawarman VIII yaitu Dewi Iswari Tunggal Pertiwi, dan mendirikan ibukotanya Jayasinghapura. Jayasinghawarman (358-382 M) bergelar Rajadiraja Gurudharmapurusa wafat di tepi kali Gomati (Bekasi) Ibukota Jayasinghapura dipindahkan oleh Purnawarman Raja Taruma III (395-434 M) ke arah pesisir dengan nama Sundapura.

Satu tambahan sebagai pendapat keempat bahwa Jasinga berasal dari kata Gajah Lumejang Singa Bapang. Dua dari tujuh ajaran Sanghyang Sunda sekaligus menetapkannya sebagai suatu tempat komunitas Sunda. Tujuh ajaran tersebut yaitu : Pangawinan (Pedalaman Banten), Parahyang (Lebak Parahyang), Bongbang (Sajira), Gajah Lumejang (Parung Kujang-Gn. Kancana), Singa Bapang (Jasinga), Sungsang Girang (Bayah), Sungsang Hilir (Jampang-Pelabuhan Ratu).

Tujuh ajaran tersebut mempengaruhi Purnawarman sebagai Raja Taruma III (395-434 M), sehingga ia mendirikan ibukota dengan nama Sundapura. Keruntuhan Taruma terjadi pada masa Linggawarman (669-732 M) sebagai Raja Taruma XII karena begitu kuatnya pengaruh Sunda. Putri Linggawarman yaitu Dewi Manasih (Minawati) dinikahkan dengan Tarusbawa putra Rakyan Sunda Sembawa. Tarusbawa menjadi Raja Sunda (669-732 M) dan Taruma pun runtuh. Pengaruh Hindu pun akhirnya melemah dan menjadi ajaran leluhur ajaran Sanghyang Sunda.

Dua titik wilayah yang merupakan Sanghyang Sunda yaitu Gajah Lumejang-Singa Bapang dijadikan tempat laskar bagi Kerajaan Sunda. Dan kedua nama tersebut disatukan menjadi Gajah Lumejang Singa Bapang kemudian menjadi nama Jasinga (Ja=Gajah Lumejang, Singa=Singa Bapang). Perpaduan dua Filosofi Gajah dan Singa.

Tujuh ajaran Sanghyang Sunda tersebut tercantum dalam Kitab Aboga yang diperkirakan dibuat pada masa kejayaan Kerajaan Pajajaran seperti dituturkan oleh narasumber bahwa kitab tersebut di bawa ke Leiden pada akhir abad 19.

Dengan memaknai baik secara kosakata (etimologi) maupun perlambangan (Hermeneutika), Jasinga mempunyai makna yang berarti. Dengan nama Jasinga lahirlah sebuah cerita rakyat melegenda hingga kini bagi masyarakat Jasinga. Di samping itu, adanya sosok Singa sebagai mitos merupakan wujud kewibawaan para penghulu Jasinga.
Nama Jasinga ditinjau secara autentik yaitu menunjuk pada naskah-naskah kuno atau kajian sejarah Sunda terdapat Jayasinghapura yang berarti gerbang kemenangan yang didirikan oleh Raja Taruma I (Jayasinghawarman).

Dalam naskah sejarah yang ditulis dan dirangkum oleh Panitia Wangsakerta Panembahan Cirebon, nama Jasinga terdapat dalam sejarah Lontar sebagai tempat rujukan untuk melengkapi Kitab Negara Kretabhumi yang disusun untuk pedoman bagi raja-raja nusantara. Kitab itu disusun selama 21 tahun (1677-1698 M) pada masa-masa genting yaitu beralihnya raja-raja di Nusantara ke dalam penjajahan Belanda. Lontar itu berjudul ”Akuwu Desa Jasinga”. Perlu dikaji bila naskah itu masih ada.

Dari mitos seekor Singa, diyakini bahwa sampai saat ini masi ada beberapa ekor Singa yang menjaga wilayah Jasinga walaupun dalam bentuk gaib. Padahal di Jawa Barat tidak ditemukan habitat singa walaupun di Indonesia sekalipun. Jika dikaitkan dengan datangnya raja-raja pendahulu dari India, maka perlambang Singa berasal dari India pula, bisa saja wujud nyata seekor Singa pernah dibawa oleh pembesar yang datang dari India.

Jasinga tidak layaknya seperti legenda-legenda di Jawa Barat lainnya yang begitu percaya adanya Harimau Pajajaran serta dijadikan lambang atau filosofi tertentu. Masyarakat Jasinga meyakini adanya seekor Singa, hingga pusat kecamatan dilambangkan sebuah Tugu Singa.

Nama singa juga terdapat pada sebuah tanaman yang bernama Singadepa yang tumbuh di hutan-hutan. Daun Singadepa berguna untuk memandikan bayi yang baru lahir, pengharum badan, serta sebagai pencuci darah. Tumbuhan Singadepa mempunyai tinggi + 30 cm, hidup di daerah yang lembab dan tertutup oleh pohon-pohon yang lebih tinggi. Di Jasinga tanaman Singadepa sangat sedikit dan ada di hutan-hutan tertentu, kecuali di hutan pedalaman Baduy hingga ke Lebaksibedug (Citorek) di dekat Gunung Bapang.

Itulah beberapa pendapat mengenai asal usul nama Jasinga yang masih perlu diteliti lebih lanjut keberadaannya, dan diperlukan penelitian Sejarawan. Kitapun masih bertanya-tanya benarkah hewan-hewan Singa itu ada di Jawa Barat bahkan di Indonesia sekalipun.

Terlepas dari itu, orang sependapat bahwa Singa adalah suatu perlambang (hermeneutika) kewibawaan, kejujuran, ketegasan, kemenangan walaupun hanya diceritakan dalam mitos dan legenda. Wallahu’alam.....

Sumber :
1. Sejarah Bogor 1, Saleh Danasasmita, 1983.
Pemerintah Kota Madya DT. II Bogor.
2. Drs. Moh. Amir Sutaarga, Prabu Siliwangi atau Prabu Purana Guru Dewata
Prana Sir Baduga Maharaja Ratu Hadji di Pakuan Padjadjaran. 1473-1513 M.
Bandung. PT. Duta Rakjat, 1965.
3. Prof. Dr. Ayat Rohaedi, SUNDAKALA Cuplikan sejarah Sunda Berdasarkan Naskah-Naskah Panitia Wangsakerta. Cirebon.
Jakarta, Pustaka Jaya, 2005.
4. Atca & Negara Krethabumi 1.5
Ayat Rohaedi Karya Kelompok kerja di bawah tanggung jawab Pangeran Wangsakerta (Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi) Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Bandung, 1986.
5. Drs. Yosep Iskandar, SAWALI.
Komunitas Urang Sunda Internet (KUSNET)
6. Para Sesepuh Jasinga.
7. Kang Yasid dan kang Subani, Warga Cibeo-Kanekes.
8. T. A. Subrata Wiriamiharja, SH. (TASWIR), Muara Seni Bogor Selatan.

sumber : kalakayjasinga

Minggu, 19 Juli 2009

Hantu dalam Kepercayaan Jawa

Wedon
Adalah bentuk lain dari pocong, tapi ciri khasnya adalah berbentuk kain kafan yang terbentang
atau membumbung ke udara. Wujudnya makin lama makin besar. Celakanya, hantu ini sering
mengejar orang yg ditemuinya. Biasanya, selain di kuburan Wedon suka muncul di kebun
pisang atau runggut bambu. Kalo sudah membentuk Pocong, dia bisa meludahi orang yang
ditemuinya. Katanya, cairan yang dikeluarkannya bisa bikin kulit org jadi busuk.

Banaspati
Adalah setan berwujud seperti singa berkepala manusia tapi dgn posisi kaki menggantung
ke atas. Seluruh bagian tubuhnya mengeluarkan api. Ini tergolong setan yang paling ditakuti
oleh org Jawa karena keganasannya. Dia suka mencelakai orang sampai org itu mati. Setan
ini sering tinggal di pohon-pohon tinggi di daerah pekuburan. Kalo org bertemu Banaspati,
harus menahan nafas dan kalo bisa mencari sungai untuk menceburkan diri. Ini jalan
untuk menyelamatkan diri dari Banaspati.

Lampor
Adalah setan yang kemunculannya selalu berjumlah banyak dan bersuara gaduh. Wujudnya
kadang berupa bola api berterbangan, kadang berupa prajurit-prajurit Jawa jaman dulu. Ini
adalah setan ganas. Sangat ganas, karena kemunculannya pasti membawa maut. Biasanya
Lampor muncul pada peristiwa yg oleh orang Jawa disebut Pageblug, yaitu peristiwa maut
yang beruntun di satu wilayah. Untuk mengakhiri teror Lampor, apabila ada yang mati di hari
yang sama harus segera dikubur sungsang di satu liang. Setelah itu, teror Lampor akan
segera berakhir. Pageblug terjadi di kotaku, terakhir sekitar tahun 60-an. Tapi di daerah pesisir
selatan Jawa katanya peristiwa ini masih sering terjadi.

Kemamang
Adalah setan berwujud mahluk bersayap, dengan kepala memiliki lambul api. Kemamang
juga sering dikaitkan dengan Lampor, dan kemunculannya selalu membawa maut. Di daerah
Gunung Kidul, Kemamang disebut Pulung Gantung. Setiap org yang bertemu dengan setan ini
pasti akan mengalami goncangan mental dan berakhir dengan bunuh diri (gantung diri). Di
Gunung Kidul, kasus gantung diri sangat sering terjadi. Gak percaya, coba cek sendiri kesana.

Genderuwo
Adalah mahluk raksasa yang berbulu dan berwatak beringas. Mahluk ini suka menghuni
bangunan2 kosong, pohon2 besar, dan atap-atap rumah joglo. Kemunculannya katanya selalu
membawa bau seperti ketela bakar. Genderuwo wataknya suka mengganggu dan menakut-
nakuti tapi biasanya tidak sampai menyebabkan kematian. Genderuwo juga suka buat ulah
mengganggu wanita. Tapi ada org2 tertentu dengan ilmu Kejawen justru bisa bersahabat
dengan Genderuwo. Apabila telah saling mengenal, katanya Genderuwo akan menjadi
pembantu yang setia bagi manusia.

Wewe
Adalah setan yang berwujud wanita tua berambut panjang, berpayudara panjang sampai paha
dan berwajah menyeramkan. Wewe suka menyesatkan anak kecil yang pulang melewati
maghrib. Anak itu biasanya ditaruh diatas pohon tinggi. Tapi yang diburu dari Wewe adalah
kain yang disebut sebagai Popok Wewe, karena dianggap memiliki kesaktian untuk
menghilang. Wewe termasuk jenis setan yang usil seperti Genderuwo, tapi dia menjadi ganas
hanya apabila diganggu atau direbut popoknya. Wewe suka tinggal di pohon2 tinggi.

Menthek
Adalah setan berwujud bayi, yang suka menghisap isi padi sehingga membuat gagal panen.
Diyakini Menthek sebenarnya adalah sebuah ilmu hitam kuno yang dipakai seseorang untuk
memperkaya diri melalui penghisapan padi orang lain menjelang panen. Menthek juga bisa
berwujud ayam yang muncul pada malam hari di tengah sawah.

Bayi Trek
Adalah hantu yang diyakini merupakan arwah bayi-bayi yang keguguran. Pertanda apabila
muncul adalah suara berisik seperti kayu pecah, dan apabila memperlihatkan diri hantu ini
berwujud belalang besar berkepala bayi. Tapi hantu ini jarang menampakan wujud, lebih
sering cuma terdengar suara berisiknya saja. Hantu ini jarang mencelakai, hanya membuat
takut saja. Untuk mengusirnya, cukup dilempari dengan serbuk garam.

Lelepah
Adalah setan berwujud raksasa tapi tidak begitu besar, dan katanya suka memakan daging.
Apabila sampai bertemu manusia, dia bisa memakan manusia yang ditemuinya. Tapi setan
ini sekarang sudah seperti dongeng yang tak lagi populer.

Gundul Pringis
Adalah setan berwujud kepala tanpa tubuh. Setan ini suka menakut-nakuti dengan mengejar
orang dgn cara menggelinding. Kadang, kalau malam gelap setan ini menyamar sebagai
kelapa yang jatuh dan sengaja jatuh ketika ada orang lewat. Orang yang berniat membawa
pulang kelapa itu akan dibuat kaget karena setelah dipegang berubah menjadi kepala setan.
Kalau munculnya menjelang maghrib, biasanya menyamar sebagai ayam yang minta
dikandangkan. Begitu ayam itu dipegang untuk dikandangkan, tiba-tiba berubah menjadi
kepala setan.

Anja-anja
Adalah setan yang tidak diketahui pasti wujudnya. Tapi mitosnya, dulu sering kejadian apabila
ada pengantin yang bermalam pertama keesokan harinya mati dengan tubuh membiru. Orang
Jawa menyebutnya mati dihisap Anja-anja.

Peri
Dalam masyarakat Jawa, Peri adalah setan perempuan berkaki kuda. Apabila berpapasan
di depan akan tercium bau wangi, tapi setelah lewat akan meninggalkan bau busuk. Peri
sering mencegat orang terutama laki2 di perempatan atau jembatan pada malam hari.
Biasanya lalu minta diantar ke suatu tempat. Ujung-ujungnya tempat yang dimaksud adalah
daerah2 gelap seperti kebun, danau, sungai, atau kuburan. Dan saat itu baru ketahuan kalo
ternyata dia adalah Peri. Orang yang bertemu Peri biasanya tak akan bertahan hidup lama.
Setelah bertemu akan sakit keras dan segera meninggal.

Jerangkong
Adalah setan berwujud kerangka manusia. Jerangkong termasuk setan yang jarang muncul,
tapi bila muncul akan membawa kejadian yang tidak baik. Ini termasuk setan yang suka
mencelakai orang. Katanya, orang yang sampai disentuh Jerangkong pasti akan menemui
ajal dengan bekas daerah yang disentuh gosong. Jerangkong biasanya muncul dari tempat
yang gelap dengan bersuara berderit-derit. Dan Jerangkong akan mengejar orang yang
ditemuinya.

Biyung Tulung
Adalah setan yang cuma berupa suara. Biasanya muncul di tempat-tempat yang sering
terjadi kecelakaan. Kalau muncul, akan berteriak-teriak sampai orang takut:
"Tolooonggg..., toloooongggg......" Tak ada wujudnya sama sekali.

Tuyul
Adalah setan yang berwujud anak kecil tapi beraut muka tua dan bibirnya sumbing. Tuyul
adalah setan untuk pesugihan, yang membuat pemeliharanya kaya. Untuk menangkal tuyul,
ada beberapa mitos. Ada yg memakai kepiting diikat disudut rumah, untuk mengalihkan
perhatian tuyul sehingga tidak jadi mencuri. Ada yg memasang tai ayam ditaruh didalam
tempurung dgn lombok merah ditancapkan diatasnya, lalu diletakkan di depan rumah. Ini
adalah penolak tuyul.

Buto Ijo
Adalah setan jenis raksasa yg sangat ganas. Biasanya dipelihara untuk pesugihan juga.
Pesugihan Buto Ijo memakai tumbal nyawa, biasanya si pemelihara memberi makanan ke
orang lain. Makanan itu sudah diberi mantera, sehingga yang memakannya akan menjadi
tumbal bagi Buto Ijo. Caranya memang sangat halus. Tapi orang yg memelihara pesugihan
Buto Ijo bisa dikenali: orangnya pasti pelit minta ampun, menutup diri dari masyarakat,
tak punya wajah ramah, dan pasti ada anggota keluarganya yang sakit keras/lumpuh di dalam
rumah tapi sulit mati. Hati-hati, jangan sampai menerima pemberian apapun dari orang yg
seperti itu. Pasti ada niat buruknya.