Rabu, 01 September 2010

Nasehat Sunan Gunung Djati


Salah satu bukti keberhasilan dakwah SGD yang masih diajarkan oleh keturunannya melalui Sultan Kasepuhan dan kerabat keraton Cirebon adalah pengamalan petatah-petitih SGD, yakni ungkapan atau ucapan yang mengandung ajaran hidup berupa nasihat, pesan, anjuran, kritik, dan teguran yang disampaikan (atau diajarkan) dalam keluarga, kerabat, dan putra-putri SGD. Petatah-petitih SGD ini secara umum mengandung makna yang luas dan kompleks. Efendi (1994:14-34) mengungkapkan unsur-unsur dari petatah-petitih SGD, yakni petatah-petitih dalam nilai ketaqwaan dan keyakinan, kedisiplinan, kearifan dan kebijakan, kesopanan dan tatakrama, dan kehidupan sosial.

Petatah-Petitih yang berkaitan dengan ketaqwaan dan keyakinan adalah:

Ingsun titipna tajug lan fakir miskin (aku—SGD—titip tajug dan fakir miskin.
Yen sembahyang kungsi pucuke pnah (jika salat harus khusu dan tawadhu seperti anak panah yang menancap kuat).
Yen puasa den kungsi tetaling gundewa (jika puasa harus kuat seperti tali gondewa).
Ibadah kang tetap (ibadah itu harus terus menerus)
Manah den syukur ing Allah (hati harus bersyuklur kepada Allah)
Kudu ngahekaken pertobat (banyak-banyaklah bertobat).
Petatah-Petitih yang berkaitan dengan kedisiplinan

Aja nyindra janji mubarang (jangan mengingkari janji)
Pemboraban kang ora patut anulungi (yang salah tidak usah ditolong)
Aja ngaji kejayaan kang ala rautah (jangan belajar untuk kepentingan yang tidak benara atau disalahgunakan)
Petatah-Petitih yang berkaitan dengan kearifan dan kebijakan adalah:

Singkirna sifat kanden wanci (jauhi sifat yang tidak baik)
Duwehna sifat kang wanti (miliki sifat yang baik)
Amapesa ing bina batan (jangan serakah atau berangasan dalam hidup).
Angadahna ing perpadu (jauhi pertengkaran).
Aja ilok ngamad kang durung yakin (jangan suka mencela sesuatu yang belum terbukti kebenarannya).
Aja ilok gawe bobat (jangan suka berbohong).
Kenana ing hajate wong (kabulkan keinginan orang).
Aja dahar yen durung ngeli (jangan makan sebelum lapar)
Aja nginum yen durung ngelok (jangan minum sebelum haus).
Aja turu yen durung katekan arif (jangan tidur sebelum ngantuk).
Yen kaya den luhur (jika kaya harus dermawan).
Aja ilok ngijek rarohi ing wong (jangan suka menghina orang).
Den bisa megeng ing nafsu (harus dapat menahan hawa nafsu).
Angasana diri (harus mawas diri)
Tepo saliro den adol (tampilkan perilaku yang baik).
Ngoletena rejeki sing halal (carilah rejeki yang halal)
Aja akeh kang den pamrih (jangan banyak mengharap pamrih).
Den suka wenan lan suka memberih gelis lipur (jika bersedih jangan diperlihatkan agar cepat hilang).
Gegunem sifat kang pinuji (miliki sifat terpuji)
Aja ilok gawe lara ati ing wong (jangan suka menyakiti hati orang).
Ake lara ati, namung saking duriat (jika sering disakiti orang hadapilah dengan kecintaan tidak dengan aniaya).
Aja ngagungaken ing salira (jangan mengagungkan diri sendiri).
Aja ujub ria suma takabur (jangan sombong dan takabur).
Aja duwe ati ngunek (jangan dendam).
Petatah-Petitih yang berkaitan dengan kesopanan dan tatakrama:

Den hormat ing wong tua (harus hormat kepada orang tua).
Den hormat ing leluhur (harus hormat pada leluhur).
Hormaten, emanen, mulyaken ing pusaka (hormat, sayangi, dan mulyakan pusaka).
Den welas asih ing sapapada (hendaklah menyanyangi sesama manusia).
Mulyakeun ing tetamu (hormati tamu).
Petatah-Petitih yang berkaitan dengan kehidupan sosial;

Aja anglakoni lunga haji ing Makkah (jangan berangkat haji ke Mekkah, jika belum mampu secara ekonomis dan kesehatan).
Aja munggah gunung gede utawa manjing ing kawah (jangan mendaki gunung tinggi atau menyelam ke dalam kawah, jika tidak mempunyai persiapan atau keterampilan).
Aja ngimami atau khotbah ing masjid agung (jangan menjadi imam dan berkhotbah di Mesjid Agung, jika belum dewasa dan mempunyai ilmu keIslaman yang cukup).
Aja dagangan atawa warungan (jangan berdagang, jika hanya dijadikan tempat bergerombol orang)
Aja kunga layaran ing lautan (jangan berlayar ke lautan, jika tidak mempunyai persiapan yang matang).
Petetah petitih SGD di atas secara umum mengandung makna yang luas dan kompleks, sehingga dapat berguna, tidak saja untuk anak dan keturunannya, melainkan juga bagi masyarakat luas. Pada dasarnya ada enam makna yang terkandung dalam petatah-petitih SGD, yaitu:

Nasihat tentang perbuatan yang baik dan bijak yang pada akhirnya keturunan sultan dan masyarakat luas diharapkan menjadi manusia yang arif dan bijaksana dalam berhubungan dengan sesamanya serta sabar dan tawakal beribadat kepada Allah Swt.

Pesan yang secara implisit memberikan arah dan petunjuk bagi banyak orang agar tetap konsisten dalam menjalankan ajaran Islam. Sedangkan secara eksplisit menegaskan ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan oleh anak dan keturunannya.

Baik secara halus maupun terus terang mengemukakan pendiriannya yang bertentangan dengan hati nurani, rakyat, anak, dan keturunanya. Hal ini mengandung makna teguran yang halus dan keras semata-mata ditujukan agar norma kehidupan tidak dilanggar.

Mengandung anjuran untuk mentaati aturan yang telah disepakati agar terus dijaga keabadiannya sampai generasi mendatang.

Agar para pengikutnya mengikuti petatah-petitih untuk tegaknya nilai-nilai Islam.

Mengandung sangsi berupa hukuman sosial dan moral bagi siapa saja yang melanggar petatah-petitihnya (lihat Effendi, 1994:8-9).

dicuplik sebagian sing http://mutiaratintaku.dagdigdug.com/ kesuwun, Kang

Keraton yang pernah ada di wilayah Cirebon

Beberapa kerajaan dan Keraton yang pernah ada di wilayah Cirebon. Beberapa Kerajaan dan keraton itu antara lain, Kerajaan Indraprahasta, Keraton Carbon Girang, Keraton Singapura, Keraton Japura dan Keadipatian Palimanan dibawah Pemerintahan Keraton Rajagaluh.

1. Kerajaan Indraprahasta
Diperkirakan berdiri tahun 363 – 723 Masehi, lokasi keratonnya meliputi Desa Sarwadadi Kecamatan Sumber (sekarang). Wilayahnya meliputi Cimandung, Kerandon Cirebon Girang di Kecamatan Cirebon Selatan. Raja pertamanya Resi Santanu dari lembah Sungai Gangga, datang ke pulau Jawa sebagai pelarian setelah kalah perang melawan Dinasti Samudra Gupta dari kerajaan Magada.

Resi Santanu menikahi Dewi Indari putri bungsu Rani Spati Karnawa Warman Dewi, Raja Slakanagara yang ibukota kerajaannya di Rajatapura, Pandeglang sekarang. Wilayah kerajaan Indraprahasta diperkirakan sebelah Barat Cipunegara, sebelah Timur sungai Cipamali, sebelah Utara Laut Jawa, sebelah Selatan tidak ada catatan yang jelas.

Raja-raja yang pernah berkuasa adalah :
1. Prabu Resi Santanu Indraswara Sakala Kreta Buwana, memerintah tahun 363 – 398 M
2. Prabu Resi Jayasatyanegara ( 398 – 421 )
3. Prabu Resi Wiryabanyu, mertua dari Prabu Wisnuwarman ( 421 – 444 )
4. Prabu Wama Dewaji ( 444 – 471 )
5. Prabu Wama Hariwangsa ( 471 – 507 )
6. Prabu Tirta Manggala Dhanna Giriswara ( 507 – 526 )
7. Prabu Asta Dewa ( 526 – 540 )
8. Prabu Senapati Jayanagranagara ( 540 – 546 )
9. Prabu Resi Dharmayasa( 546 – 590 ), masa lahirnya Nabi Muhammad SAW. Tahun 571 M
10. Prabu Andabuwana, ( 590 – 636) menjelang berakhir masa kekuasaannya Nabi Muhammad SAW. Wafat, sekitar tahun 632 M.
11. Prabu Wisnu Murti ( 636– 661 ), Tentara Islam sudah membebaskan wilayah Palestina, Syiria, Irak, Mesir dan jauh sebelumnya Yaman sudah dalam kekuasaan Islam sejak menjelang wafatnya Nabi Muhammad SAW.
12. Prabu Tunggul Nagara ( 661 – 707 ), pada masa itu ekspedisi-ekspedisi damai Islam sudah sampai di Asia Tenggara khususnya Indonesia dan sampai ke China. TW. Arnold mengidentifikasikan Islam masuk ke Indonesia tahun 674 M.
13. Prabu Resi Padma Hari Wangsa ( 707 – 719 ), pada masanya Kekhalifahan Bani Umayah terus menerus mengirimkan ekspedisi-ekspedisi dagang dan dakwah ke negeri-negeri timur, yakni China dan sekitarnya termasuk ke Indonesia khususnya Sumatera dan Jawa waktu itu juga sudah terkenal.
14. Prabu Wiratara ( 719 – 723 ), pada masa itu kekuasaan Islam dari segi geografis telah menjadi super state dan dari keunggulan militer telah menjadi super power. Lembaga pendidikan telah maju, jauh meninggalkan Eropa dibawah peradaban Romawi dan Yunani.
Kerajaan Indraprahasta berakhir pada saat pemerintahan Pabu Wiratara yang dikalahkan Raja Sanjaya Harisdharma dari Kerajaan Mataram di Jawa Tengah.

2. Keraton Carbon Girang
Keraton Carbon Girang berasal dari keraton Wanagiri, setelah runtuhnya Indraprahasta yang didirikan oleh Ki Ghedeng Kasmaya. Perubahan dari Wanagiri menjadi Carbon Girang setelah Ki Ghedeng Kasmaya memiliki anak pertama bernama Ki Ghedeng Carbon girang hasil perkawinannya dengan Ratna Kirana Puteri Prabu Gangga Permana.

Keraton Carbon Girang antara lain diperintah oleh :
1. Ratu Dewata yang juga disebut Ki Ghedeng Kasmaya.
2. Ki Ghedeng Carbon Girang
Berakhirnya Keraton Carbon Girang diperkirakan tahun 1445. Kemudian setelah Pangeran Walangsungsang diangkat menjadi Kuwu Carbon II dengan gelar Pangeran Cakrabuwana menggantikan Ki Danusela, tahun 1447, wilayah carbon Girang disatukan dibawah kekuasaan Kuwu Carbon II, pada tahun 1454 diangkat oleh Raja Pajajaran menjadi Tumenggung dengan gelar Sri Mangana.

3. Keraton Singapura
Singapura merupakan sebuah pemerintahan bawahan Galuh yang sejajar dengan Keraton Carbon Girang. Letak Keraton Singapura sekira empat kilometer utara Giri Amparan Jati (makam Sunan Gunung Jati sekarang), batas dan luas tidak jelas, tetapi ada perkiraan sebagai berikut ;
Sebelah Utara berbatasan dengan Surantaka,
Sebelah Barat berbatasan dengan Carbon Girang,
Sebelah Selatan berbatasan dengan Keraton Japura,
Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa Teluk Cirebon.

Pemimpin yang dikenal antara lain Surawijaya Sakti dan yang terakhir Ki Ghedeng Tapa atau Ki Jumajan Jati. Pada masa pemerintahan Ki Ghedeng Tapa itulah dibangun Mercusuar yang pertama oleh Laksamana Te Ho tahun 1415 Masehi. Mercusuar tersebut menjadi awal kebangkitan kegemilangan Pelabuhan Cirebon. Singapura telah berdiri sebelum Prabu Siliwangi naik tahta pada tahun 1428.

4. Keraton Japura
Japura berasal dari kata ” Gajahpura” berarti gerbang masuk keraton yang berlambang gajah. Keraton Japura adalah ibukota kerajaan Medang Kamulan di sebelah Timur Cirebon, pusat pemerintahan meliputi Desa Japura Kidul, Japura Lor dan Desa Astana Japura di Kecamatan Astana Japura, batas-batasnya meliputi ;
Sebelah Utara Laut Jawa,
Sebelah Selatan Desa Cibogo dan Desa Jatipiring,
Sebelah Barat Desa Mundu Pesisir dan Desa Suci,
Sebelah Timur Desa Gebang
Pemimpinnya yang terkenal adalah Amuk Marugul Sakti Mandra Guna.

5. Keadipatian Palimanan
Keadipatian Palimanan dibawah pemerintahan Raja Galuh, dipimpin oleh seorang Adipati bernama Arya Kiban. Pusat Keadipatian terletak di Pegunungan Kapur Gunung Kromong Kecamatan Palimanan sekarang, yang lebih dikenal dengan sebutan Banyu Panas, saat itu wilayahnya meliputi Kecamatan Ciwaringin dan Kecamatan Susukan. Masa Keadipatian berlangsung hingga tahun 1528, pada saat pecahnya perang terakhir di Gunung Gundul antara Palimanan melawan Carbon.