Senin, 19 November 2012

Penganan khas Cirebon

Bubur Sop:
Bubur berisi irisan kol, daun bawang, kedele goreng, seledri yang dituangi kuah sop dan ditaburi suwiran ayam serta kerupuk. Sepintas sih makanan ini merupakan kombinasi dari bubur ayam dan Sayur Sop Cuma warnanya bening. Disajikan panas-panas dan biasanya bubur sop ini hanya dijual pada malam hari…

Sega Jamblang:
Sega Jamblang adalah berupa nasi campur lauk pauk. Disajikan di daun jati 2-3 lapis…enak jeh. Trus dengan lauk pauk bermacam-macam, seperti paru, daging, tempe, tahu, cumi, dll serta sambal khas cirebon. Para pedagangnya sangat khas sebab menggunakan meja rendah yang menggelar berbagai macam makanan dan dikelilingi oleh bangku panjang untuk duduk pembeli. Cara penyajiannya, si penjual menyodorkan nasi yang dibungkus daun jati kemudian pembeli mengambil sendiri lauk pauk yang ingin dimakannya. Bayarnya harus mengandalkan kejujuran para pembelinya karena pembeli menyebutkan apa saja yang dimakan.... Para penjual nasi jamblang cukup tersebar di kota Cirebon selain itu mereka buka 24 jam. Kawasan Gunung Sari merupakan daerah yang cukup banyak populasi penjual nasi Jamblang ini, penjual nya berderet di depan Grage Mall. Penjual Nasi Jamblang yang terkenal di Cirebon adalah Nasi Jamblang Mang Dul yang berlokasi di Gunung Sari (sebelah BCA)

Mie Koclok:
Kenapa sih disebut mie koclok karena sebelum d sajikan, mienya di rendam dulu di air panas pake tangkai saringan, setelah beberapa menit trus di angkat dan di koclok-koclok supaya airnya jatuh. Aja klalen kalau sudah sampe cerbon ....gw selalu mampir ke Lawanggada..., disana ada Kedai namanya "Mie koclok LawangGada". Mie koclock ini terdiri dari mie kuning yang disajikan dengan toge, kol, suwiran daging ayam, telor lalu disiram dengan kuah santan. Disajikan pas lagi panas sebab tidak enak kalau udah dingin. Selain di jalan Lawanggada ada juga tuh yg di perempatan Winaon dulu nya toko buku Kainama, tapi ada sumber yg bisa dipercaya katanya di daerah Panjunan

Nasi Lengko:
Nasi Lengko gampang aja kok bikinnya...isinya cuma terdiri dari bahan makanan yg sederhana seperti nasi putih, tahu, tempe, mentimun, toge (tokol base cerbone) dan daun kucai (ngerti kucai beli!). Kemudian ditaburi bawang goreng serta disiram bumbu kacang dan kecap. Enak kalo makannya ditemani krupuk aci putih…!Tukang jual Sega Lengko cukup tersebar di sekeliling kota Cerbon sebab makanan ini cukup sederhana juga terjangkau bagi masyarakat. Penjual Sega Lengko yang lumayan laris dan ramai pembeli adanya di Jl. Pagongan. Sempet nanya yg punya namanya pak H. Barno (kalau pak Bardi walikota). Katanya sudah 11 tahun jualan disana.

Docang:
Isinya bongko (Lontong maksudnya) di campur daun singkong, toge, kelapa parudan di tambah kerupuk. terus dimakan dengan kuah yg katanya terbuat dari bumbu oncom atau dage’ untuk sebutan orang Cirebon yg udah diinepin semalem. Makanan ini cuma beda jenis aja dengan lontong sayur tapi kuah 'dagenya yang digunakan membuat khas rasa tersendiri. Kalau mau cari makanan ini yg enak sih gw belum tahu dimana, katanya di daerah Tengah tani, ada yg bilang di pasar esuk.

Sate Kalong:
Sate Kalong ini adalah layaknya sate bakar biasa yg terbuat dari daging kerbau. Penyajiannya daging kerbau nya sudah di olah dengan bumbu dan di tusuk dengan sujen dan berbentuk kota panjang. Ada dua macam rasa, yaitu manis dan asin. Penjualnya biasanya bapak2 yg sudah sepuh karena selain semakin susah juga sudah kalah kali sama makanan fastfood yg sekarang semakin banyak di mall2 disana. Dulu sewaktu gw kecil mereka ini masih berkeliling di rumah2 dengan cara dipikul dan selalu membawa genta (krincingan), Genta ini adalah jenis yg selalu di pasang di leher kerbau..Menjualnya pun selalu malam hari hingga larut ...sehingga sate ini di sebut sate kalong....

Tahu Gejrot:
Tahu gejrot adalah salah satu makanan khas cirebon berupa tahu kecil-kecil sejenis tahu sumedang tapi dalamnya kosong dan rasanya gurih. Penyajiannya selalu di taroh di cawan yg terbuat dari tanah liat..bumbunya campuran dari bawang merah, cabe rawit dan kecap manis diaduk rata...selanjutnya di siramkan ke tahu nya tadi. Penjual nya dulu selalu berkeliling ke rumah-rumah. Ada bapak2 yg selalu bawa pikulan atau ibu2 yg selalu berkeliling dengan tampah yg selalu di taroh di atas kepalanya dengan nenteng ketel yg berisi air minum...Sekarang penjual yg keliling ini semakin susah di cari...yg ada penjual permanen di mall2 atau di pusat jajanan lokal...

Empal Gentong:
Empal Gentong adalah makanan khas masyarakat kota Cirebon. Makanan ini mirip dengan gulai (gule) dan dimasak menggunakan kayu bakar (pohon asem) yg dimasukan ke dalam anglo (kompor tanah liat) di dalam gentong (priuk tanah liat). Daging yang digunakan adalah daging sapi, jeroan yang terdiri dari babat, usus, paru, dan limpa yang direbus dalam kuah santan yang berbumbu special ditaburi daun kucai dipadu dengan rasa khas sambel bubuk dan krupuk rambak. Bisa di santap dengan lontong dan nasi.
Ada yg bilang kalau empal gentong ini berasal dari Desa Embat-embat dekat plered. Empal gentong cirebon yg terkenal adalah "Mang Dharma" yg berlokasi di jalan Slamet Riyadi krucuk.

Senin, 12 November 2012

Obyek dan Daya Tarik Wisata Cirebon








Makam Sunan Gunung Jati
Dihiasi dengan keramik buatan Cina jaman Dinasti Ming. Di komplek makam ini di samping tempat dimakamkannya Sunan Gunung Jati juga tempat dimakamkannya Fatahilah panglima perang pembebasan Batavia. Lokasi ini merupakan komplek pemakaman bagi keluarga Keraton Cirebon, terletak + 6 Km ke arah Utara dari Kota Cirebon.


T r u s m i
Sentra batik tradisional Cirebon yang memiliki motif khas Cirebonan. Terletak 9 Km dari Ibukota Cirebon ke arah utara (di desa Trusmi, Kecamatan Weru). Di samping itu terdapat juga makam Ki Buyut Trusmi yaitu salah seorang tokoh penyebar Agama Islam di Wilayah Cirebon.


Makam Nyi Mas Gandasari
Salah seorang murid Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dalam penyebaran Agama Islam, terkenal dengan kemampuan ilmunya yang tiada tanding. Terletak di desa Pangurangan Kecamatan Panguragan atau 27 Km dari Ibukota Sumber.


Makam Syekh Magelung Sakti
Merupakan salah satu seorang pendekar yang dapat mengalahkan Nyi Mas Gandasari dan disegani karena disamping sebagai salah seorang pendekar juga, beliau juga dikenal sebagai seorang yang berjasa dalam penyebaran Agama Islam ditanah Cirebon. Makam beliau terletak di desa Karang Kendal Kecamatan Kapetakan, 21 Km dari Ibukota Sumber.


Makam Talun
Disini tempat dimakamkannya Mbah Kuwu Cirebon yaitu salah seorang pimpinan tertinggi di wilayah Cirebon. Disamping sebagai tokoh masyarakat, beliau juga sangat disegani dalam ilmu pengetahuannya. Sehingga sampai saat ini masih banyak diziarahi oleh masyarakat Cirebon. Terletak di desa Cirebon Girang Kecamatan Cirebon Selatan 5 Km dari pusat Ibukota Sumber.


B e l a w a
Lokasi wisata ini berjarak kira-kira 25 km dari kota Sumber ke arah timur. Obyek wisata ini memiliki daya tarik dari kura-kura yang mempunyai ciri khusus di punggung dengan nama latin "Aquatic Tortose Ortilia norneensis."
Menyimpan legenda menarik tentang keberadaannya di desa belawa kecamatan sedong,. Menurut penelitian merupakan spesies kura-kura yang langka dan patut di lindungi keberadaannya. Obyek wisata ini di rencanakan untuk di kembangkan menjadi kawasan yang lebih lengkap Taman kura-kura (Turtle park) atau taman reptilia.Sektor suasta dapat bekerjasama dengan pemerinta kabupaten untuk pengelolaan taman kura-kura tersebut.


Situ Sedong
Terletak di desa Sedong sekitar 26 km dari arah pusat Ibukota Sumber, dengan luas lahan 62,5 Ha. Selain mempunyai panorama yang indah,situ ini juga di sebut pula situ pengasingan yang merupakan tempat rekreasi air dan pemancingan. pihak pemerintah kabupaten mengundang para investor untuk bermitra dalam pengelolaan wisata ini.


Banyu Panas Palimanan
Obyek wisata ini terletak di desa Palimanan Barat kecamatan Palimanan sekitar 16 km dari Cirebon ke arah Bandung. Obyek wisata ini merupakan pemandian air panas dengan kadar belerang yang di percaya dapat menyebuhkan penyakit kulit. Pemandian air panas ini ada di sekitar bukit Gunung Kapur Gunung Kromong yang mempunyai keistimewaan mata air selalu berpindah pindah. pihak investor di undang untuk mengembangkan lokasi ini untuk di jadikan wisata spa.


P l a n g o n
Obyek wisata plangon berlokasi di kelurahan babakan kecamatan sumber -+ 10 km dari kota cirebon.Tempat rekreasi dengan panorama alam yang indah yang di huni oleh sekelompok kera liar. Selain selain tempat rekreasi, terdapat juga makam

Pangeran Kejaksan dan Pangeran Panjunan
Puncak acaranya biasa di masa ziarah Plangon tgl 2 syawal, 11 Dzulhijjah dan 27 Rajab.Untuk pengembangan wisata ini meliputi lahan sekitar 10 Ha, dan status tanah ini milik Kesultanan. Kapasitas pengunjung rata-rata sekitar 58.000 pengunjung/tahun. Obyek ini cukup mempunyai prospek untuk di kembangkan , peluang terbuka untuk pengelola lokasi wisata dan wisata dan bangunan makam.


Lapangan GOLF Ciperna
Kawasan ini berada di tepi jalan raya Cirebon Kuningan dengan kontur tanah berbukit berjarak 5 km ke selatan dari kota Cirebon, berada pada ketinggian 200 m di atas permukaan laut. Daya tarik utama kawasan ini adalah keindahan pemandangan kota Cirebon dengan latar belakang laut lepas ke arah utara, sedangkan ke arah selatan Gunung Ciremai di suasana yang menarik. Berdasarkan perda nomor 25 tahun 1996, kawasan wisata Ciperna ditetapkan seluas 300 Ha yang di pertunjukan bagi 5 (lima) ruang kawasan pengembangan antara lain:
Kawasan wisata Agro Griya Pembangunan Agro Griya dalam bentuk rumah kebun yang dapat di sewakan dengan fasilitas Hotel Bintang.
Kawasan wisata Agro Tirta. Pembangunan Agro Tirta dalam bentuk pembuatan danau buatan yang di lengkapi rekreasi air.
Kawasan Agro Wisata I dan Kawasan Agro Wisata II. Agro wisata I dan II di arahkan dalam bentuk pembangunan kawasan perkebunan mangga gedong gincu, srikaya, atau tanaman jenis lainya. Di samping itu membangun track olah raga yang dapat menyesuaikan dengan kontur tanah sekitarnya.


Situ Patok
Luas Situ Patok 175 Ha yang terletak di desa setu patok sekita 6 km dari kota Cirebon ke arah Tegal, obyek wisata ini selain mempunyai panorama indah juga tersedia sarana rekreasi air dan pemancingan. Lokasi ini berpotensi untuk di kembangkan sekitar lahan 7 Ha, dengan status tanah negara . prasarana yang di perlukan pembuatan dermaga, pengadaan prahu motor dan sarana pemancingan. serta pembangunan rumah makan yang arstistik.jalan ke arah lokasi cukup baik dan lebar, jaringan aliran listrik sudah tersedia dan saat ini minat masyarakat untuk mengunjungi wisata ini cukup banyak


Cikalahang
Kawasan Cikalahang merupakan kawasan yang baru berkembang dengan daya dukung alam. sasaran wisatawan pada awalnya adalah obyek wisata Telaga Remis yang di kelola oleh perum perhutani KPH Kuningan dan berada di wilayah Kuningan. Hingga saat ini kawasan Telaga Remis masih menarik wisatawan yang dapat di andalkan dari segi income. Akan tetapi jalan menuju obyek wisata ini adalah melalui desa Cikalahang yang berada di wilayah Kabupaten Cirebon,sehingga keberadaan memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar usaha lain sebagai daya pendukung. Di samping itu juga kawasan Cikalahang telah berkembang menjadi suatu kawasan yang mempunyai daya tarik sendiri yaitu dari usaha restoran/rumah makan ikan bakar. Dengan banyaknya peminat menjadi wilayah itu berkembang pesat menjadi daya tarik wisata makan, sehingga pada hari-hari libur penuh dikunjungi wisatawan.
Menjual keadaan alam yang menarik dengan sumber air dari kaki Gunung Ciremai yang tidak pernah kering, sangat memungkinkan untuk membuka peluang usaha kolam renang yang bersifat alami dengan fasilitas modern serta bumi perkemahan.
Kawasan wisata Cikalahang terletak sekitar 6 km dari Ibukota Kabupaten Cirebon di Sumber dan 1 km dari jalan alternatif Cirebon Majalengka dengan dengan lingkungan alam yang masih asri.


Wanawisata Ciwaringin
Hutan wisata dengan menampilkan keindahan alam dan banyak ditumbuhi oleh pohon kayu putih. Menyediakan lokasi bagi para penggemar jalan kaki dan arena motor cross. Di lokasi ini juga terdapat danau Ciranca bagi penggemar memancing. Berlokasi di desa Ciwaringin Kecamatan Ciwaringin, 17 Km dari Ibukota Sumber.

Kamis, 04 Oktober 2012

KRAMAT SINDANG PANCURAN

Desa Sindang Laut adalah salah satu desa tertua di Cirebon. Hal ini didasarkan kepada pertimbangan bahwa leluhur masyarakat Sindanglaut sudah ada sejak dahulu sebelum berdiri Kerajaan Caruban/Cirebon, yang menurut sistem zaman para wali disebut Zaman Dupala.
Sebelum agama Islam berkembang, Desa Sindanglaut ini dahulunya merupakan suatu pedukuhan yang bernama Pedukuhan "Dukuh Awi". Dukuh artinya daerah atau tempat atau kediaman, dan Awi (Bahasa Sunda) artinya bambu. Jadi "Dukuh Awi" berarti daerah berbambu/tempat tumbuhan bambu. Nama tersebut berkaitan dengan keadaan alam di Sindanglaut yang memang sampai saat ini banyak terdapat tanaman bambu/awi yang jenisnya bermacam-macam.






Juru Kunci Sindangpancuran - Abah 






          Pada awal penyebaran agama Islam, Pangeran Walangsungsang/Pangeran Cakrabuana/Ki Somadullah/Haji Abdullah Iman/ Pangeran Sapujagat/Ki Kuwu Caruban II berhasil menaklukan kerajaan - kerajaan kecil di wilayah Cirebon yang beragama Hindu atau Budha. Oleh karena keberhasilannya itulah beliau mendapat sebutan Pangeran Sejagat. Salah satu negeri/kerajaan yang berhasil ditaklukannya adalah Negeri Japura ( Sekarang disebut Astanajapura) yang merupakan bagian Kerajaan Galuh. Kerajaan Japura pada saat itu dipimpin oleh Prabu Amuk Parugul yang sangat terkenal kesaktianyya.

           Setelah menaklukan negeri Japura, Pangeran Sapujagat bersama para prajuritnya singgah di Dukuh Awi tepatnya di Sindang Pancuran sekarang. Sedangkan pusat pedukuhan Dukuh Awi terletak di ujung barat yang sekarang dikenal dengan sebutan Sindang Kosong (Daerah Dangdeur)







SUASANA SEKITAR
SINDANG PANCURAN
lokasi sebelah kanan mushola












          Tempat persinggahan Pangeran Sapujagat dan para prajuritnya itu disebut Sindang Pancuran, karena ditempat itu terdapat mata air yang memancar yang ditemukan oleh Pangeran Sela Ganda dan Pangeran Sela Rasa. Dengan pertimbangan bahwa mata air itu merupakan sumber kehidupan masyarakat, maka diadakanlah musyawarah yang dihadiri para tokoh Dukuh Awi, yakni :

1. Pangeran Cakrabuana/Ki Kuwu Caruban II/ Pangeran Sapujagat
2. Pangeran Kuningan
3. Pangeran Gelang
4. Pangeran Galing
5. Pangeran Sela Ganda
6. Pangeran Sela Rasa
7. Pangeran Demas
8. Pangeran Selaka
9. Patih Nurzaman
10. Syekh Bakir
11. Ki Bagus Tapa
12. Ki Syi'ah
13. Ki Sumur Tutup
14. Mbah Pulung
15. Nyi Sondhara
16. Nyi Sondhari
17. Nyi Subanglarang/ Nyi Subang Krancang
18. Nyi Randa Embat kasih

           Hasil musyawarah adalah masyarakat yang tinggal di Sindang Kosong (Daerah Dangdeur) dipindahkan ke lokasi yang dekat dengan mata air pancuran berikut pusat pedukuhannya ke sebelah timur sungai Ciputih (sekarang termasuk Blok Manis). Hal ini untuk memperluas hubungan dengan pedukuhan lain serta untuk memperlancar proses Islamisasi. Dalam Musyawarah tersebut disepakati pula bahwa nama Dukuh Awi dirubah dengan nama Sindanglaut yang artinya tempat persinggahan Pangeran Sapujagat/Ki Kuwu Caruban II bersama prajuritnya.
          Setelah beberapa lama Pangeran Sapujagat bersama para prajuritnya sunggah beristirahat di Sindang Pancuran, beliau melanjutkan perjuangannya menyebarkan Islam ke wilayah lain. Agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak lawan, para prajurit diperintahkan menyamar seperti rakyat biasa, dan atas usul Patih Nurzaman (asal Campa) yang telah bergabung dengan prajurit Pangeran Sapujagat para prajurit itu mengubur sebagian persenjataan dan perbekalannya.
           Kuburan persenjataan dan alat-alat perbekalan Pangeran Sapujagat dan para prajuritnya itu sekarang masih ada di areal pemakaman Sindang Pancuran, yang bersama mata air pancuran peninggalan Pangeran Sapujagat masih dikeramatkan oleh sebagian masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan air bagi penduduk dibuatlah pancuran kedua yang berlokasi disebelah selatan pancuran pertama.
           Dalam perkembangan selanjutnya, pusat pemerintahan Desa Sindanglaut telah tiga kali berpindah tempat.
1. Di Sindang Kosong/Dangdeur sebagai pusat pedukuhan Dukuh Awi
2. Di Sindang Tengah ( sekarang termasuk blok Manis)
3. Di Sindang Tengah bagian timur ( sekarang termasuk Blok Pahing)

         Pindahnya pusat pemerintahan dari Sindang Tengah bagian barat ( Blok  Manis ) ke bagian timur (Blok Pahing) itu terjadi sekitar tahun 1811 pada jaman pendudukan Rafles(Inggris) di Indonesia, dengan alasan untuk memudahkan hubungan / komunikasi antara desa dengan desa lain dan antara desa dengan kota.


PETA LOKASI SINDANG PANCURAN
koordinat GOOGLE -6.834895, 108.614114


Minggu, 23 September 2012

Gunung Salak, Eksotisme Tradisi dan Panorama


Peneliti LIPI. “Buitenzorg adalah tempat tinggal yang sangat menyenangkan. Daerah ini cukup tinggi sehingga terasa nyaman bagi orang yang tinggal di dataran rendah. Pemandangan alam di sini sangat indah dan tanahnya subur. Gunung Salak, sebuah gunung berapi yang puncaknya terpotong dan bergerigi, menjadi latar belakang yang khas bagi bentangan alam di sekitarnya”.
Itu adalah kesaksian dari Wallace, seorang ilmuawan berkebangsaan Inggris ketika mengunjungi daerah Bogor dalam rangkaian penjelajahan ilmiahnya. Bogor dengan gunung Salaknya telah mempesonakan Wallace, bahkan tidak hanya Wallace, banyak ilmuan lain yang sangat tertarik dengan keberadaan gunung Salak. Pesona yang ditawarkan gunung Salak tidak terbatas pada keindahan alamnya melainkan juga kenakeragaman hayati, hewani, dan juga keakraban masyarakatnya yang masih masih menyuguhkan kearifan tradisional.
Diantara ilmuawan yang tercatat dalam lintasan sejarah yang tersedot oleh magnet gunung Salak adalah seorang botanis berkebangsaan Swedia Claes Frederic Hornstedt (1758-1809), murid dari Thunberg. Hornstedt mengunjungi Gunung Salak pada tahun 1783. Setelah itu disusul oleh Reinwardt yang mendaki dan melakukan ekplorasi botani di gunung Salak pada tahun 1817.
Sedangkan ilmuwan dari Indonesia yang pernah melakukan ekplorasi di gunung Salak diantaranya adalah; Kuswata Kartawinata yang melakukan penelitian pada tahun 1985 di daerah Awibengkok. Di tahun yang sama, Edi Mirmanto melakukan penelitian ekologi tumbuhan di di daerah Cianten, sedangkan Harry Wiriadinata melakukan ekplorasi taksonomi di koridor antara G. Salak dan G. Halimun pada tahun 1997.
Keberadaan gunung Salak secara ekologis makin terjaga saja ketika kawasan ini ditetapkan sebagai Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak melaui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 175/kpts 11/2003 pada tanggal 10 Juni 2003 seluas 113. 357 hektar.
Perubahan status menjadi Kawasan Taman Nasional merupakan tugas negara untuk melindungi tanah airnya supaya dapat memenuhi hayat hidup orang banyak. Dengan menjadi Taman Nasional yang menjadikan kawasan ini relaitif lebih terjaga akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap air bersih dan juga menyelamatkan masyarakat dari ancaman yang lebih besar, yakni banjir dan longsor.
Gunung Salak merupakan salah satu dari hulu dua sungai yang sungai yang membelah kota Jakarta dan Tangerang, yakni sungai Cisadane dan sungai Ciliwung. Dengan demikian, bila kawasan gunung Salak tidak rusak maka kawasan ini akan menyerap banyak air yang, di samping dapat menyediakan kebutuhan masyarakat yang tinggal di sekitar gunung Salak juga sekaligus mengurangi volume air yang mengalir ke Jakarta, karena mencegah banjir tidak hanya persoalan hilir melainkan juga hulu.
Keberadaan Taman Nasional atau kawasan konservasi tidak bisa lepas dari masyarakat yang hidup di sekitarnya, yang telah puluhan bahkan ratusan tahun tinggal, menetap, dan memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya. Bahkan dalam paradigma baru pengelolaan suatu kawasan konservasi adalah dengan melibatkan secara aktif masyarakat. Karena memang sejatinya, kehadiran kawasan konservasi, yang relatif baru dibandingkan kehadiran manusia, adalah dapat berperan dalam mensejahterakan masyarakat.
Masyarakat yang tinggal di sekitar gunung Salak masih memiliki kearifan tradisional, diantaranya berupa pengetahuan tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk berbagai kebutuhannya. Tradisi dan pengetahuan lokal mengenai konservasi kawasan merupakan hasil dari interaksi panjang antara manusia dan alam. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap masyarakat, atau bahkan mungkin individu, memiliki cara pandang tersendiri tentang keberadaan sebuah Gunung, tergantung pada hasil interaksinya dengan gunung.
Bagi masyarakat Sunda yang tinggal di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, gunung Salak memiliki makna tersendiri. Gunung diyakini oleh masyarakat sebagai tempat bersemayam dan turunnya para Batara dari Kahyangan, untuk itu masyarakat Sunda klasik Sunda sering menyebut gunung sebagai kabuyutan. Peran gunung sebagai kabuyut dapat dilihat dari cerita-cerita rakyat dan juga tuturan para pini sepuh.
Oleh masyarakat adat yang tinggal di desa GiriJaya,  gunung Salak merupakan kawasan yang penting, karena di gunung salak ini asal usul daerah dan kehidupan tersimpan. Gunung Salak juga menyimpan banyak misteri kehidupan, bagi siapa saja yang dapat menemukan atau mengerti rahasia yang terdapat di gunung Salak akan menjadi manusia arif. Pendapat mereka didasarkan atas tafsirannya mengenai asal nama Salak yang menjadi nama gunung ini. Menurut masyarakat, nama Salak berasal dari Siloka dan salaka yang berarti simbol atau tanda dan juga asal-usul.
Masyarakat adat ini setiap tahunnya sering menggelar acara-acara seremonial tradisi, seperti seren taun, muludan, dan lain-lain. Dalam pelaksanaan seremoni tradisi tersebut, penghormatan terhadap alam, Gunung Salak dalam hal ini dilakukan. Gunung Salak sangat dihormat oleh masyarakat.
Terlepas dari benar tidaknya pendapat masyarakat tentang makna gunung Salak, yang pasti hal tersebut adalah anggapan yang ada dan tetap hidup di masyarakat, dan itu adalah sah-sah saja. Namun yang pasti, di Gunung Salak ditemukan penemuan arkeologis berupa bebatuan yang berbentuk Punden Berundak dari masa neolithikum atau zaman batu baru di daerah Bogor. Tempat penemuan arkeologis itu sampai sekarang masih terjaga dan terawat dengan baik. Masyarakat meyakini bahwa di tempat tersebut pada masa lalu adalah pusat kekuasaan Sunda pada zaman baheula.
Sedangkan di daerah Girijaya juga selain terdapat batuan berupa Punden Berundak, walau lebih kecil dari yang terdapat di Bogor. Punden berundak yang terdapat di Jalur Girijaya, bila kita hendak mendaki puncak gunung Salak ini, dipercaya juga sebagai petilasan dari Eyang Santri ketika beliau berkhalwat.
Di daerah ini juga terdapat makan yang diyakini oleh masyarakat sebagai makam keramat. Pada malam hari, terutama malam-malam tertentu yang menurut anggapan masyarakat memiliki nuansa spiritual kuat, maka makan ini akan penuh dikunjungi oleh peziarah. Makam ini merupakan makan Eyang Santri yang menurut penuturan juru kunci serta keturunannya adalah seorang Waliyullah (kekasih Allah). Eyang Santri adalah seorang putra keraton Solo yang lari dari kehidupan Keraton karena tidak puas dengan kebijakan yang diambil oleh keraton. Beliau lebih memilih berjuang melawan Belanda dan dakwah agama Islam.
Eyang Santri juga, menurut penuturan cucu-nya adalah seorang yang penting dalam perjuangan kemerdekaan. Beliau salah seorang yang membantu pendanaan Sumpah Pemuda serta menjadi inspirasi Bung Karno dalam penamaan Marhaen. Eyang Santri adalah sosok petani kecil yang ditemui Bung Karno ketika ia jalan-jalan di daerah Pasundan.
Dengan perspektif berbeda, seorang Arkeolog dari UI, Aris Munandar, berdasarkan penelitiannya pada masyarakat adat yang terdapat di Sindang Barang, Bogor, berpendapat bahwa kedua puncak yang terdapat di gunung Salak memiliki makna yang berbeda bagi masyarakat yang masih berpegang pada tradisi dan masih terpengaruh oleh ajaran Hindu. Munadar lebih lanjut mengatakan bahwa Puncak Gajah ditafsirkan sebagai tempat bersemayamnya arwah raja-raja Sunda Kuno yang telah ngahyang. Sedangkan puncak Keramat ditafsirkan sebagai tempat persemayaman para Hyang, dewata Sunda Kuno, serta Raja-raja kerajaan Sunda.
Selain itu, masyarakat juga menganggap bahwa gunung Salak sebagai sebagai Paku Jagat atau Paku Tetenger bagi Pakuan Pajajaran. Mungkin sama dengan Merapi bagi masyarakat Jogja. Sedangkan bagi masyarakat Islam yang berkutat pada pencarian spiritualitas, diyakini bahwa di puncak keramat terdapat satu makam dari tokoh penyebar agama Islam yang berasal dari Cirebon, yaitu KH Hasan Basri yang bertugas menyebarkan agama Islam ke daerah Sunda seperti di Bogor, Sukabumi, Pelabuhan Ratu, dan Cianjur. Puncak Salak juga dianggap sebagai temapt berkumpulnya ghaib-ghaib Suci, seperti wali songo, dan lain-lain.
Sebagian masyarakat juga menganggap bahwa terdapat tiga pilar utama berupa gunung yang menopang kehidupan masyarakat Sunda, yakni Gunung Salak, Gunung Gede, dan Gunung Pangrango. Masyarakat menafsirkan ketiga gunung ini sebagai simbol dari huruf alif, lam, ha, ketiga kata ini yang kalau digabungkan akan menjadi satu kata, yaitu ilah yang berarti Allah atau Tuhan.
Sebagian masyarakat juga percaya bahwa tafsir dari ketiga hurup Arab tersebut adalah sebagai simbol dari ajaran kebaikan. Gunung Salak adalah simbol dari alif (huruf pertama dalam abjad Arab) yang berarti hubungan vertikal. Sedangkan Gunung Pangrango adalah simbol dari lam dan Gunung Gede simbol dari ha.
Jadi mari kita peihara gunung, karena di tempat tersebut antara konservasi, tradisi, mitos, legenda,  kepercayaan, dan juga daerah yang bisa memenuhi hajat hidup orang banyak membaur menjadi satu.