Desa Sindang Laut adalah salah satu desa tertua di Cirebon. Hal ini 
didasarkan kepada pertimbangan bahwa leluhur masyarakat Sindanglaut 
sudah ada sejak dahulu sebelum berdiri Kerajaan Caruban/Cirebon, yang 
menurut sistem zaman para wali disebut Zaman Dupala.
Sebelum agama Islam berkembang, Desa Sindanglaut ini dahulunya merupakan
 suatu pedukuhan yang bernama Pedukuhan "Dukuh Awi". Dukuh artinya 
daerah atau tempat atau kediaman, dan Awi (Bahasa Sunda) artinya bambu. 
Jadi "Dukuh Awi" berarti daerah berbambu/tempat tumbuhan bambu. Nama 
tersebut berkaitan dengan keadaan alam di Sindanglaut yang memang sampai
 saat ini banyak terdapat tanaman bambu/awi yang jenisnya 
bermacam-macam.
Juru Kunci Sindangpancuran - Abah  
          Pada awal penyebaran agama Islam, Pangeran 
Walangsungsang/Pangeran Cakrabuana/Ki Somadullah/Haji Abdullah Iman/ 
Pangeran Sapujagat/Ki Kuwu Caruban II berhasil menaklukan kerajaan - 
kerajaan kecil di wilayah Cirebon yang beragama Hindu atau Budha. Oleh 
karena keberhasilannya itulah beliau mendapat sebutan Pangeran Sejagat. 
Salah satu negeri/kerajaan yang berhasil ditaklukannya adalah Negeri 
Japura ( Sekarang disebut Astanajapura) yang merupakan bagian Kerajaan 
Galuh. Kerajaan Japura pada saat itu dipimpin oleh Prabu Amuk Parugul 
yang sangat terkenal kesaktianyya.
           Setelah menaklukan negeri Japura, Pangeran Sapujagat bersama 
para prajuritnya singgah di Dukuh Awi tepatnya di Sindang Pancuran 
sekarang. Sedangkan pusat pedukuhan Dukuh Awi terletak di ujung barat 
yang sekarang dikenal dengan sebutan Sindang Kosong (Daerah Dangdeur)
SUASANA SEKITAR
SINDANG PANCURAN
lokasi sebelah kanan mushola
          Tempat persinggahan Pangeran Sapujagat dan para prajuritnya 
itu disebut Sindang Pancuran, karena ditempat itu terdapat mata air yang
 memancar yang ditemukan oleh Pangeran Sela Ganda dan Pangeran Sela 
Rasa. Dengan pertimbangan bahwa mata air itu merupakan sumber kehidupan 
masyarakat, maka diadakanlah musyawarah yang dihadiri para tokoh Dukuh 
Awi, yakni :
1. Pangeran Cakrabuana/Ki Kuwu Caruban II/ Pangeran Sapujagat
2. Pangeran Kuningan
3. Pangeran Gelang
4. Pangeran Galing
5. Pangeran Sela Ganda
6. Pangeran Sela Rasa
7. Pangeran Demas
8. Pangeran Selaka
9. Patih Nurzaman
10. Syekh Bakir
11. Ki Bagus Tapa
12. Ki Syi'ah
13. Ki Sumur Tutup
14. Mbah Pulung 
15. Nyi Sondhara
16. Nyi Sondhari
17. Nyi Subanglarang/ Nyi Subang Krancang
18. Nyi Randa Embat kasih
           Hasil musyawarah adalah masyarakat yang tinggal di Sindang 
Kosong (Daerah Dangdeur) dipindahkan ke lokasi yang dekat dengan mata 
air pancuran berikut pusat pedukuhannya ke sebelah timur sungai Ciputih 
(sekarang termasuk Blok Manis). Hal ini untuk memperluas hubungan dengan
 pedukuhan lain serta untuk memperlancar proses Islamisasi. Dalam 
Musyawarah tersebut disepakati pula bahwa nama Dukuh Awi dirubah dengan 
nama Sindanglaut yang artinya tempat persinggahan Pangeran Sapujagat/Ki 
Kuwu Caruban II bersama prajuritnya.
          Setelah beberapa lama Pangeran Sapujagat bersama para 
prajuritnya sunggah beristirahat di Sindang Pancuran, beliau melanjutkan
 perjuangannya menyebarkan Islam ke wilayah lain. Agar tidak menimbulkan
 kecurigaan dari pihak lawan, para prajurit diperintahkan menyamar 
seperti rakyat biasa, dan atas usul Patih Nurzaman (asal Campa) yang 
telah bergabung dengan prajurit Pangeran Sapujagat para prajurit itu 
mengubur sebagian persenjataan dan perbekalannya.
           Kuburan persenjataan dan alat-alat perbekalan Pangeran 
Sapujagat dan para prajuritnya itu sekarang masih ada di areal pemakaman
 Sindang Pancuran, yang bersama mata air pancuran peninggalan Pangeran 
Sapujagat masih dikeramatkan oleh sebagian masyarakat. Untuk memenuhi 
kebutuhan air bagi penduduk dibuatlah pancuran kedua yang berlokasi 
disebelah selatan pancuran pertama.
           Dalam perkembangan selanjutnya, pusat pemerintahan Desa Sindanglaut telah tiga kali berpindah tempat.
1. Di Sindang Kosong/Dangdeur sebagai pusat pedukuhan Dukuh Awi
2. Di Sindang Tengah ( sekarang termasuk blok Manis)
3. Di Sindang Tengah bagian timur ( sekarang termasuk Blok Pahing)
         Pindahnya pusat pemerintahan dari Sindang Tengah bagian barat (
 Blok  Manis ) ke bagian timur (Blok Pahing) itu terjadi sekitar tahun 
1811 pada jaman pendudukan Rafles(Inggris) di Indonesia, dengan alasan 
untuk memudahkan hubungan / komunikasi antara desa dengan desa lain dan 
antara desa dengan kota.
PETA LOKASI SINDANG PANCURAN
koordinat GOOGLE -6.834895, 108.614114


